Selasa, 27 November 2007

Burung Sikatan

Kampung Dua Ratus Bekasi pada tahun 70-an masih banyak terdapat kebun-kebun tanaman keras, seperti Durian, Kecapi, rambutan, nangka, jambu, bambu, dll. Pada siang hari banyak burung sikatan, terbang melayang dari pohon ke pohon dan turun ke tanah. Entah apa yang dicari. Mungkin serangga atau binatang-binatang kecil yang menjadi makanannya. Ekor burung sikatan biasa terbentang seperti kipas dan selalu bergerak-gerakan. Burung itu sebesar tekukur, berwarna abu-abu kehitam-hitaman. Agak gesit, kalau kita mendekat, ia segera terbang. Ada lagi binatang tonggeret, suaranya nyaring, bersahut-sahutan dan riuh.

Story of Copper Marsh

Located in Bekasi regency on the eastern side of Jakarta.
Copper Marsh (local name: Rawa Tembaga) was very large and well known with its myths. A railway was constructed over the marsh. When we were on our travel from Krawang regency to Jatinegara, we would cross the marsh with its clear water. Lotus plants growing here and there added to the beauty of the scene. On early evening, the sun set just in the end of Copper Marsh, reflecting the early evening sun light coloring red copper. The scenery was enchanting for the tourists traveling above the Copper Marsh. The name of Copper Marsh came from the myth: a big ship carrying an abundance of copper. The ship wrecked and went into the bottom of the marsh. Then, people tried to search for the copper from the ship. When they found strips of copper and tried pulling out them, the strips was never broken off. Last, they did not dare to take out the copper from the marsh.
Another myth: The large area of Copper Marsh was occupied by supernatural creatures. The creature was not higher than an elder man’s upper thigh. The creature was like a small child with its bald head, bloated stomach, small and thin legs and hands.

Copper Marsh is now only a name for place, a sweet memory for the elder people of the past. The area has now changed into housing estate, a sport building, and other buildings.

Jumat, 23 November 2007

Seni Ketangkasan Ujungan

Ujungan merupakan seni permainan ketangkasan di Kabupaten Bekasi. Permainan dilakukan oleh dua orang laki-laki yang saling berhadap-hadapan sebagai lawan. Kedua orang itu masing-masing memegang sebatang rotan yang panjangnya kurang lebih 60 cm dan garistengahnya 1,5 sentimeter. Kedua orang tersebut memukulkan tongkat rotannya masing-masing ke kaki lawannya. Bagian yang boleh dipukul ialah dari lutut ke bawah. Permainan tersebut diiringi musik tradisional. Ketika musik berbunyi seorang pemain akan tampil di arena ujungan sambil menari-nari seperti pemain pencak silat. Pemain tersebut menantang orang-orang berada di sekitar arena permainan. Jika tidak ada penantang yang muncul orang tersebut akan ke luar arena. Musik pun terus berbunyi, kemudian muncul pemain baru sambil menantang orang-orang di sekitar arena. Jika ada orang masuk ke arena atau sebagai penantang maka permainan ujungan dimulai. Permainan tersebut diawasi seorang wasit yang dipanggil bobotoh. Permainan selesai jika ada salah satu orang yang menyerah dan lari keluar arena. Ujungan biasanya dilakukan setelah melakukan panen padi dan tempatnya di sawah, kadang-kadang juga pada acara-acara hari besar.